Dalam evolusi pelayanan kesehatan modern, telah terjadi pergeseran filosofis dari model paternalistik, di mana dokter membuat semua keputusan, menuju pendekatan Patient-Centered Care (PCC). Model ini menempatkan pasien sebagai pusat dari semua keputusan klinis, memastikan bahwa perawatan yang diberikan tidak hanya efektif secara medis tetapi juga selaras dengan nilai, budaya, dan terutama, Preferensi Pasien. Mengintegrasikan Preferensi Pasien dalam setiap tahap diagnosis, perencanaan perawatan, dan implementasi terapi adalah kunci untuk meningkatkan kualitas hidup, kepuasan, dan hasil klinis secara keseluruhan. PCC mengubah hubungan dokter-pasien menjadi kemitraan kolaboratif.
Penerapan Patient-Centered Care didasarkan pada prinsip mendengarkan secara aktif dan menghormati otonomi pasien. Hal ini berarti penyedia layanan kesehatan harus meluangkan waktu untuk memahami apa yang penting bagi pasien, termasuk tujuan hidup, ketakutan, harapan, dan keterbatasan finansial atau sosial mereka. Misalnya, dalam penanganan penyakit kronis, seorang pasien mungkin menolak regimen obat tertentu yang memiliki efek samping berat, meskipun secara medis itu adalah pilihan pertama. Dokter yang menerapkan PCC akan bekerja sama dengan pasien untuk menemukan regimen alternatif yang mungkin memiliki efisiensi sedikit lebih rendah tetapi jauh lebih dapat ditoleransi oleh pasien, sehingga meningkatkan kepatuhan pengobatan.
Salah satu alat utama untuk mengintegrasikan Preferensi Pasien adalah proses Shared Decision Making (Pengambilan Keputusan Bersama). Proses ini melibatkan dialog terbuka di mana tenaga kesehatan menyajikan semua opsi pengobatan yang tersedia, termasuk risiko, manfaat, dan hasil yang diharapkan, menggunakan bahasa yang mudah dipahami. Pasien kemudian didorong untuk menyatakan nilai-nilai dan preferensi mereka. Hanya setelah pertimbangan penuh dari informasi klinis dan nilai pribadi pasien, keputusan perawatan final dibuat bersama-sama. Hal ini sangat penting dalam situasi dilematis, seperti memilih antara operasi invasif dengan pemulihan yang lama atau terapi paliatif untuk penyakit stadium lanjut.
Dampak PCC terhadap kepuasan pasien telah terbukti secara empiris. Dalam sebuah studi komprehensif yang dilakukan oleh Lembaga Riset Kualitas Pelayanan Publik pada bulan Maret 2025, rumah sakit yang memiliki skor tinggi dalam implementasi PCC mencatat skor kepuasan pasien sebesar 92%, jauh lebih tinggi dari rata-rata nasional sebesar 78%. Selain itu, kepatuhan pasien terhadap terapi pasca-keluar rumah sakit juga meningkat. Ketika pasien merasa didengar dan dihormati, mereka lebih termotivasi untuk mengikuti instruksi perawatan di rumah.
Layanan kesehatan juga harus mempertimbangkan Preferensi Pasien dalam konteks budaya dan spiritual. Seorang perawat, yang merupakan bagian integral dalam penerapan Patient-Centered Care, harus sensitif terhadap kebutuhan pasien yang mungkin memerlukan ritual keagamaan tertentu atau pembatasan diet karena alasan budaya. Sebagai contoh, Kepala Perawat Ruang Rawat Inap B Rumah Sakit Umum Sentral mengadakan briefing rutin setiap pagi pukul 07.30 untuk mengingatkan staf agar mendokumentasikan dan menghormati Preferensi Pasien terkait jadwal kunjungan keluarga dan makanan, memastikan bahwa perawatan klinis berjalan selaras dengan kebutuhan emosional dan spiritual pasien. Dengan menjadikan Preferensi Pasien sebagai kompas dalam setiap tindakan medis, Patient-Centered Care tidak hanya meningkatkan kualitas teknis pengobatan tetapi juga memulihkan dimensi kemanusiaan yang menjadi inti dari profesi kesehatan.
